Jangjawokan Pangabaran, Kekuatan Batiniah dalam Tradisi Sunda
Ilustrasi Silat. Jangjawokan Pangabaran |
Istilah ini merujuk pada mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari pengobatan hingga membangun kewibawaan.
Salah satu bentuknya adalah Jangjawokan Pangabaran, yang dipercaya memiliki kekuatan batiniah untuk menciptakan pengaruh psikologis dan wibawa.
Salah satu contoh jangjawokan pangabaran dapat ditemukan dalam naskah kuno karya Ardiwisastra, Garut, yang diterbitkan dalam Poesaka Soenda pada Februari 1927:
Asihan aing radén pangawelas,
seuweuna suria sari,
luhur gunung medang agung,
ratu nyembah ka déwata,
déwata nyembah ka ratu,
tes golong angalisi
awaking sang mancili jati,
nu siksik, nu melik, nu larang asih
sir kapendem kabungkem,
sih asih ka awaking sajagat kabéh.
Salah satu contoh jangjawokan pangabaran dapat ditemukan dalam naskah kuno karya Ardiwisastra, Garut, yang diterbitkan dalam Poesaka Soenda pada Februari 1927:
Asihan aing radén pangawelas,
seuweuna suria sari,
luhur gunung medang agung,
ratu nyembah ka déwata,
déwata nyembah ka ratu,
tes golong angalisi
awaking sang mancili jati,
nu siksik, nu melik, nu larang asih
sir kapendem kabungkem,
sih asih ka awaking sajagat kabéh.
Makna dan Kepercayaan Jangjawokan
Menurut Ensiklopedia Sunda (Pustaka Jaya, 2000), jangjawokan merupakan istilah umum untuk menyebut mantra yang digunakan dalam berbagai keperluan.Secara khusus, setiap jenis jangjawokan memiliki nama dan tujuan tertentu:
- Asihan atau Kinasihan: Membuat seseorang jatuh cinta.
- Jampé: Mengobati orang sakit.
- Rajah: Memohon perlindungan atau perkenan sebelum melakukan aktivitas tertentu.
Meskipun sering mencantumkan nama Allah dan Nabi Muhammad, jangjawokan juga kerap melibatkan elemen kepercayaan tradisional, seperti penghormatan terhadap déwa, mahluk halus, dan arwah leluhur.
- Asihan atau Kinasihan: Membuat seseorang jatuh cinta.
- Jampé: Mengobati orang sakit.
- Rajah: Memohon perlindungan atau perkenan sebelum melakukan aktivitas tertentu.
Meskipun sering mencantumkan nama Allah dan Nabi Muhammad, jangjawokan juga kerap melibatkan elemen kepercayaan tradisional, seperti penghormatan terhadap déwa, mahluk halus, dan arwah leluhur.
Pangabaran, Kewibawaan dan Pengaruh Psikologis
Pangabaran secara khusus merujuk pada kekuatan batiniah yang membuat seseorang memiliki aura wibawa dan pengaruh besar terhadap orang lain.Mantra ini diyakini dapat mengendalikan psikologis seseorang melalui kata-kata yang diucapkan dengan syarat-syarat tertentu.
Untuk memastikan keampuhan jangjawokan, pelafalnya biasanya harus memenuhi berbagai ritual, seperti:
- Berpuasa atau mengurangi tidur.
- Mandi di tujuh lubuk sungai selama satu malam.
- Mandi dengan air bunga sesuai kebutuhan mantra.
Untuk memastikan keampuhan jangjawokan, pelafalnya biasanya harus memenuhi berbagai ritual, seperti:
- Berpuasa atau mengurangi tidur.
- Mandi di tujuh lubuk sungai selama satu malam.
- Mandi dengan air bunga sesuai kebutuhan mantra.
Jejak Budaya dan Nilai Filosofis
Keberadaan jangjawokan pangabaran mencerminkan nilai budaya Sunda yang memadukan kepercayaan lokal dengan ajaran agama.Tradisi ini menunjukkan bagaimana leluhur Sunda memanfaatkan kekuatan batin untuk tujuan-tujuan tertentu, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hubungan sosial.
Di era modern, jangjawokan menjadi salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan sebagai bagian dari identitas dan kearifan lokal masyarakat Sunda.
Jangjawokan Pangabaran bukan sekadar mantra, melainkan cerminan kekayaan spiritual dan budaya Sunda.
Di era modern, jangjawokan menjadi salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan sebagai bagian dari identitas dan kearifan lokal masyarakat Sunda.
Jangjawokan Pangabaran bukan sekadar mantra, melainkan cerminan kekayaan spiritual dan budaya Sunda.
Dengan memahami tradisi ini, kita tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga memperkaya wawasan tentang hubungan manusia dengan alam dan spiritualitas.***