Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Naktu, Mengenal Perhitungan Kuno Sunda untuk Menentukan Keberuntungan dan Waktu Terbaik dalam Hidup

naktu
Naktu
JAMPE SUNDA - Di tengah kehidupan modern yang serba cepat, ada sebuah sistem kuno yang tetap mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat Sunda—Naktu. Berasal dari bahasa Arab "nuqtah" yang berarti titik atau perhitungan, Naktu adalah sebuah metode perhitungan yang menggabungkan angka dari nama aksara dengan nilai waktu untuk menentukan keberuntungan dan kecocokan waktu dalam berbagai aktivitas. Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas bagaimana Naktu berfungsi dan mengapa sistem ini masih relevan hingga saat ini.

Asal Usul dan Prinsip Dasar Naktu

Naktu, yang berasal dari bahasa Arab "nuqtah", merupakan sistem perhitungan yang memanfaatkan angka untuk menilai kebenaran dan kecocokan perhitungan biaya atau kegiatan. Konsep ini sangat mendalam, melibatkan penjumlahan angka dari nama aksara dan nilai hari untuk menentukan apakah suatu waktu adalah yang terbaik untuk melaksanakan kegiatan seperti pernikahan, sunat, atau perjalanan.

Metode Naktu bukan hanya sebuah sistem hitung-hitungan; ia merupakan cerminan dari kepercayaan mendalam masyarakat Sunda tentang hubungan antara angka, waktu, dan keberuntungan.

Struktur Naktu: Memahami Pembagian dan Nilai Angka

Naktu terbagi menjadi beberapa bagian penting, masing-masing memiliki nilai dan fungsinya sendiri:

Naktu Poe (Hari)

  • Ahad: 5
  • Senen: 4
  • Salasa: 3
  • Rebo: 7
  • Kemis: 8
  • Jumaah: 6
  • Saptu: 9

Naktu Bulan

  • Muharam: 7
  • Safar: 2
  • Mulud: 3
  • Silih Mulud: 5
  • Jumadil Awal: 6
  • Jumadil Akhir: 1
  • Rajab: 2
  • Rewah: 4
  • Puasa: 5
  • Syawal: 7
  • Hapit: 1
  • Rayagung: 3

Naktu Tahun

  • Alip: 1
  • He: 5
  • Jim: 3
  • Je: 7
  • Dal: 4
  • Be: 2
  • Wau: 6
  • Jim Akhir: 3

Pasaran Poe (Pasaran Hari)

  • Manis: 5
  • Pahing: 9
  • Pon: 7
  • Kaliwon: 8
  • Wage: 4

Patokan Kahirupan (Patokan Kehidupan)

  • Sri: Alus (Baik)
  • Lungguh: Plin-plan (Tidak konsisten)
  • Dunya: Beunghar (Kaya)
  • Lara: Susah (Susah)
  • Pati: Deukeut kana picilakaeun (Kecelakaan)

Mengaplikasikan Naktu dalam Kehidupan Sehari-hari

Naktu memainkan peran penting dalam menentukan waktu yang tepat untuk berbagai aktivitas. Misalnya, saat memilih tanggal pernikahan atau sunat, perhitungan Naktu akan menghitung angka dari nama orang tersebut dan tanggal yang akan digunakan. Dengan cara ini, masyarakat Sunda percaya bahwa mereka dapat memilih waktu yang paling menguntungkan dan menghindari risiko.

Peliharaan dan Larangan Bulan dalam Naktu

Selain perhitungan waktu, Naktu juga berhubungan dengan peliharaan dan larangan bulan. Beberapa hari atau bulan dianggap tidak baik untuk melakukan kegiatan tertentu seperti membeli barang, menanam, atau beternak. Misalnya, bulan Safar dianggap kurang baik untuk memulai kegiatan baru, sedangkan bulan Syawal adalah waktu yang dianggap baik.

Kala: Arah dan Pengaruhnya dalam Naktu

Naktu juga melibatkan konsep "Kala", yaitu arah angin yang sebaiknya dihindari dalam melakukan kegiatan tertentu. Setiap hari dalam seminggu memiliki arah Kala masing-masing yang diyakini akan mempengaruhi hasil kegiatan jika dilanggar.
  • Ahad: Kala di sebelah Timur Lurus
  • Senen: Kala di sebelah Barat Lurus
  • Salasa: Kala di sebelah Barat Miring
  • Rebo: Kala di sebelah Barat Laut
  • Kemis: Kala di sebelah Timur Miring
  • Jumaah: Kala di sebelah Barat Daya
  • Sabtu: Kala di sebelah Timur Lurus

Naktu dalam Konteks Modern

Naktu bukan sekadar sistem kuno; ia adalah cerminan dari kebijaksanaan dan kepercayaan masyarakat Sunda yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam dunia yang semakin maju, pemahaman dan penerapan Naktu menawarkan pandangan yang berbeda tentang bagaimana angka dan waktu dapat mempengaruhi kehidupan kita. Apakah Anda siap untuk menjelajahi lebih dalam dan mungkin mengintegrasikan prinsip Naktu dalam kehidupan sehari-hari Anda?

Dengan pengetahuan ini, diharapkan pembaca dapat menghargai dan memahami lebih dalam tentang kekayaan budaya Sunda serta bagaimana sistem Naktu masih relevan dalam konteks modern.***