Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Jampe Meruhkeun Batur, Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung: Misteri Mantra Sunda, Kekuatan Spiritual dan Kearifan Lokal

Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung
Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung
JAMPE SUNDA - Dalam ranah kebudayaan Sunda, terdapat warisan luhur yang tak ternilai harganya, salah satunya adalah Jangjawokan, sekelumit kebijaksanaan dan kekuatan yang tersirat dalam rangkaian kata-kata mistis. 

"Sima aing sima maung, Sima maung sima aing," begitulah bunyi mantra yang telah melintasi zaman, menyebar hingga keberbagai penjuru Sunda. 

Dalam kajian yang mendalam terhadap buku "Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda," kita akan menyibak lebih dalam makna dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Sunda.

Jampe Meruhkeun Batur

Sima aing sima maung
Sima maung sima aing
Balé pepet balé rapet
Pet meneng sajagat kabéh
Baligo batara guru
Bawelas ka awaking
Nyaho aing ngaran sia (si pulan)
Nikel létah sia
Bisi henteu nyaho ratu asihan
Nya aing nu boga


Dari penelitian yang dilakukan, mantra-mantra tersebut memperlihatkan pola yang khas. 

Jumlah baris yang tak beraturan, rima yang tak terikat, serta ritme yang mengalun dalam repetisi, menjadikan Jangjawokan memiliki kekuatan magis tersendiri. 

Tak hanya itu, terdapat pula struktur fisik dan batin yang membentuk landasan kuat dari setiap bait mantra.

Struktur fisik mantra kekuatan terdiri dari elemen-elemen seperti diksi yang kaya, imaji yang kuat, kata-kata konkret, bahasa figuratif, rima, dan ritme yang menggugah. 

Sementara itu, struktur batinnya mengangkat tema-tema yang mendalam, menggugah perasaan, menentukan nada, dan menyampaikan amanat yang mendalam.

Tak dapat dipungkiri, penggunaan kata-kata dalam Jangjawokan sangatlah mencerminkan keberadaan dan kehidupan masyarakat Sunda. 

Kata-kata seperti Ajian Macan Putih, Nyi Sri Girintil, atau Bahara Guru bukanlah sekadar kata-kata, melainkan cerminan dari kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang telah mengakar dalam masyarakat. 

Begitu juga dengan frase-frase religius seperti "Bissmillahirrahmaanirrahiim" dan "Laailaahaillallah muhammadarrasuulullaah," yang menunjukkan kedalaman kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan adikodrati.

Menariknya, Jangjawokan tidaklah berdiri sendiri. 

Mantra-mantra tersebut terkait erat dengan beragam ritual dan kegiatan sehari-hari masyarakat Sunda. 

Dalam setiap kata yang diucapkan terkandung sebuah kepercayaan akan kekuatan yang mampu mewujudkan harapan dan keinginan.

Dari sini tergambar jelas betapa eratnya hubungan antara Jangjawokan dengan aspek kehidupan religi masyarakat Sunda. 

Mantra-mantra ini tidak hanya sekadar rangkaian kata-kata, melainkan cerminan dari kearifan lokal dan keimanan yang mendalam. 

Mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang perlu dilestarikan dan diapresiasi oleh generasi-generasi mendatang.

Jampe Meruhkeun Batur, begitu kita menyebutnya. 

Sebuah perjalanan dalam kekayaan budaya Sunda, yang membuka pintu pada pemahaman yang lebih dalam akan kearifan lokal dan kekuatan spiritual yang mengalir dalam setiap suku kata. 

Sebuah warisan yang layak disyukuri dan dilestarikan, sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas dan jati diri masyarakat Sunda.***