Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Memahami Nisfu Syaban: Bulan Shalawat dan Keharuman Waktu

nisfu-sya'ban
Ilustrasi Malam Nisfu Sya'ban
JAMPE SUNDA - Bulan Sya'ban telah lama dianggap sebagai salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Hal ini bukan tanpa alasan, melainkan karena berbagai peristiwa mulia yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Muhammad dalam kitabnya "Madza fi Sya'ban," beliau menyatakan bahwa keutamaan suatu waktu atau masa tergantung pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Ini menjadi dasar penting untuk memberikan nilai dan kehormatan pada sebuah waktu.

Menurut Sayyid Muhammad, bulan Sya'ban khususnya dihiasi dengan keutamaan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Ayat yang menunjukkan perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad diturunkan di bulan Sya'ban, sebagaimana tercantum dalam QS Al-Ahzab: 56. Dalam ayat tersebut, Allah menyatakan bahwa Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi, dan memerintahkan orang-orang yang beriman untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa ulama, seperti Ibnu Abi Ashaif Al-Yamani, yang pendapatnya dikutip oleh Imam Shibabbudin Al-Qashtalani dan Al-Hafizh Ibnu Hajar, juga berpendapat bahwa bulan Sya'ban secara khusus adalah bulan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini didasarkan pada penurunan ayat-ayat tersebut di bulan tersebut.

Hakikat dari shalawat kepada Nabi Muhammad dijelaskan oleh Sayyid Muhammad dengan merujuk pada ayat 56 surat Al-Ahzab. Allah memerintahkan seluruh mukmin untuk bershalawat kepada Nabi sebagai bentuk penghormatan kepada manusia atas apa yang diyakininya. Syekh Izzuddin ibn Abdussalam menegaskan bahwa bershalawat kepada Rasulullah bukanlah upaya memberikan syafa'at, melainkan sebagai bentuk balasan atau ungkapan terima kasih atas segala kebaikan yang telah diterima.



Syekh Izzuddin ibn Abdussalam menjelaskan bahwa shalawat kepada Nabi Muhammad merupakan wujud balasan yang diberikan oleh manusia atas kebaikan dan nikmat yang diterima dari beliau. Karena manusia tidak mampu membalas kebaikan Nabi, Allah memerintahkan untuk bershalawat sebagai bentuk kasih sayang dan penghormatan kepada Rasulullah.

Dalam kesederhanaannya, shalawat kepada Nabi Muhammad bukanlah doa atau syafa'at, melainkan ungkapan terima kasih yang tulus atas segala kebaikan dan petunjuk yang beliau bawa bagi umat manusia. Sebagai bentuk penghargaan, Rasulullah mendapat hidayah dan memberikan petunjuk melalui mulutnya yang mulia.

Bulan Sya'ban, dengan keharuman shalawat kepada Nabi Muhammad, mengajarkan umat Islam tentang nilai waktu dan keutamaan bersyukur atas nikmat yang diberikan. Melalui perintah Allah untuk bershalawat, umat diajak untuk mengenang dan menghormati sosok yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Sehingga, setiap doa dan shalawat yang diucapkan menjadi bukti rasa syukur dan penghargaan kepada Sang Pencipta yang telah mengutus Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi umat manusia.***

Sumber: NU Online