Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung: Memahami Kekuatan Budaya dalam Mantra Anonim

Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung
Jangjawokan Sunda Sima Aing Sima Maung

Jampe Meruhkeun Batur

Sima aing sima maung
Sima maung sima aing
Balé pepet balé rapet
Pet meneng sajagat kabéh
Baligo batara guru
Bawelas ka awaking
Nyaho aing ngaran sia (si pulan)
Nikel létah sia
Bisi henteu nyaho ratu asihan
Nya aing nu boga

Sumber: 
Jurnal berjudul: STRUKTUR MANTRA KEKUATAN DALAM BUKU “JANGJAWOKAN INVENTARISASI PUISI MANTRA SUNDA”: KAJIAN ETNOLINGUISTIK
Ditulis oleh: Aulia Pebrianti Wardani, Nani Darmayanti, Agus Nero Sofyan, dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

Jampe Meruhkeun Batur

Di tengah gemuruh kehidupan modern, sastra lisan Sunda tetap hadir sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya masyarakat Jawa Barat. Khususnya, mantra-mantra dalam buku "Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda" membuka pintu menuju kearifan lokal yang kini mulai terlupakan.

Sima Aing Sima Maung, Balé Pepet Balé Rapet

Mengapa sastra lisan perlu diperhatikan? Meskipun kadang dianggap sebagai sesuatu yang tak masuk akal, sastra lisan mencerminkan identitas suatu bangsa. Dalam konteks Sunda, mantra bukan hanya puisi lama anonim, tapi juga doa yang mengandung kekuatan magis, diakui oleh masyarakat sebagai sarana untuk mencapai keinginan.

Pet Meneng Sajagat Kabéh, Baligo Batara Guru

Buku ini, berjudul "Jangjawokan Inventarisasi Puisi Mantra Sunda," diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Melalui penelitian ini, upaya melestarikan kebudayaan Sunda dapat diwujudkan. Mantra tidak hanya tentang rima dan irama, tetapi juga menyimpan informasi tentang nilai-nilai kebudayaan dalam suatu kelompok.

Nyaho Aing Ngaran Sia, Nikel Létah Sia

Pentingnya pelestarian sastra lisan terlihat dari sikap tak acuh masyarakat. Pandangan pro dan kontra eksistensi sastra lisan menciptakan ketidaksetaraan antara sastra lisan dan tulisan. Namun, sebagai data budaya, sastra lisan dapat menjadi kunci untuk memahami unsur-unsur kebudayaan dalam suatu kelompok.

Bisi Henteu Nyaho Ratu Asihan, Nya Aing Nu Boga

Mantra Sunda, seperti yang terdapat dalam buku ini, mencerminkan kearifan lokal masyarakat Sunda. Untuk memahami lebih dalam, perlu kacamata etnolinguistik yang memandang bahasa sebagai bagian integral dari budaya. Dalam konteks ini, etnolinguistik menjadi jembatan untuk menggali makna dalam mantra-mantra ini.

Menguak Kekuatan Budaya Melalui Jangjawokan

Eksistensi mantra dalam bahasa Sunda bukan tanpa alasan. Kearifan lokal, budaya, tradisi, dan bahasa menjadi elemen penting dalam memahami identitas suatu masyarakat. Dalam konteks ini, etnolinguistik menjadi alat untuk meresapi makna dan kekuatan yang terkandung dalam mantra-mantra Sunda.

Mengkaji Struktur dan Makna Mantra

Mantra, sebagai produk sastra lisan, memiliki struktur fisik dan batin. Dalam kacamata etnolinguistik, struktur fisik mencakup diksi, imaji, kata konkret, bahasa figuratif, rima, dan ritme. Di sisi lain, struktur batin membahas tema, perasaan, nada, dan amanat yang tersemat dalam setiap mantra.

Mempertahankan Kearifan Lokal Lewat Mantra

Begitu banyak kearifan lokal yang terancam terlupakan. Melalui penelitian ini, diharapkan pemahaman lebih mendalam tentang mantra Sunda dapat membantu melestarikan budaya dan kearifan lokal masyarakat Jawa Barat. Sastra lisan, dengan kekayaan mantra-mantranya, adalah warisan yang tak boleh kita biarkan tenggelam dalam arus waktu.***